Lorong Estimasiku

Kamis, 18 September 2008

MENYATUKAN ELEMEN BANGSA DALAM KEBERPIHAKAN NEGARA?

(meninjau kembali konsep acara kongres pemuda se-Bandung Raya oleh FH Unpad)

Melihat sepintas sulitnya menembus benang-benang keberpihakan yang telah terajut sebagai kain kafan yang membungkus kematian Bhinneka Tunggal Ika dalam negeri ini.

Mengenang kembali apa yang telah dilakukan bangsa Indonesia dalam membentuk negara ini sebagai sebuah negara kesatuan yang mengakui adanya Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengikat yang diyakini keteguhannya, kini muncul rasa pesimis yang besar dalam pencapaian konsep atau pun bisa dikatakan sugesti tersebut dalam kenyataan kehidupan bangsa ini.

Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an kini lebih dianggap sebagai hal yang akan menjadi jawaban akhir dalam setiap permasalahan yang menyangkut perbedaan kepentingan yang pada dasarnya berawal dari apa yang ingin dirangkul dan disatukan oleh Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri. Sering Bhinneka Tunggal Ika mengakhiri permasalahan sebagai jawaban penutup yang tidak menyelesaikan masalah, bahkan memperuncing masalah yang ada. Hemat saya nyaris berkata karena Bhinneka Tunggal Ika diterima hanya sebagai konsep yang harus diterima pada saat kemerdekaan, dan gugur secara perlahan pada masa setelah kemerdekaan karena setiap kelompok yang tadinya satu dalam ke-Bhinneka Tunggal Ika-an merasa berkepentingan untuk memiliki posisi dalam setiap hal yang diputuskan oleh negara.

Adanya niat, pergolakan, tindakan dan perjuangan untuk menaikkan lagi citra Bhinneka Tunggal Ika bukanlah hal yang baru bagi bangsa ini. Inspirasi dari Soekarno sebagai orang yang berperan serta dalam penyatuan bangsa ini cukup besar. Namun, perjuangan seperti ini sering dan akan selalu kandas di tengah jalan apabila ada kepentingan perorangan atau kelompok dikorbankan dalam menjalankan all new Bhinneka Tunggal Ika.

Tanpa berusaha memperlebar sobekan dalam kain demokrasi Indonesia, setiap keputusan yang diambil oleh para eksekutor tidak lepas dari adanya kaum mayoritas dan minoritas. Bagi para Mayoritas, kepentingan dan kebebasan mereka adalah hal yang harus mendapatkan prioritas lebih dan menuntut agar kepentingan dan kebebasan kaum minoritas untuk di-press sebanyak mungkin. Namun, tujuan dari kaum Mayoritas bukanlah hal yang tepat untuk dibahas disini. Yang terpenting adalah, adakah cara untuk menyatukan kedua kaum ini? Sementara UUD 1945 menyatakan dengan jelas bahwa negara ini tidak tunduk kepada satu kaum dan setiap warganya memiliki hak yang sama dalam hukum dan keputusan yang diambil pemerintah.

Keberpihakan Negara

Paradigma tentang Mayoritas ini berimbas kepada situasi Politik Indonesia. Keberadaan kaum Mayoritas dalam peta demokrasi dan catur politik telah mengubah sebuah kaum Mayoritas seolah sedang berada di dalam rumah yang didesainnya sendiri, dengan bahan yang dibuatnya sendiri, dan dibangun dengan tenaganya sendiri. Terbukti, kaum mayoritas pun telah terbagi-bagi menjadi kaum-kaum sesama mayoritas yang saling mengandalkan paradigma mereka tentang Indonesia Yang Lebih baik di masa depan hanya untuk memperebutkan kekuasaan yang mereka rasa adalah mutlak milik mereka. Ke-Mayoritasan kaum Mayoritas dalam catur politik Indonesia tentu membuat mereka lupa bahwa kemerdekaan Negara ini bukanlah hasil jerih payah kaum mereka saja, kaum minoritas berada pada posisi yang sama dalam perjuangan kemerdekaan itu.

Pada saat masalah melebar dan akhirnya seolah-olah berakar dari adanya perbedaan dari setiap golongan, kembali, Bhinneka Tunggal Ika keluar sebagai jawaban penenang hati. Bukan sebagai jalan keluar tapi hanya sebagai “obat bius” yang hanya bertahan sesaat sebelum ada yang kembali mengungkit perbedaan, dan kembali meluas ke arah yang secara jelas telah di politisir sebelumnya. Semua ini terjadi untuk mengutamakan kepentingan masing-masing golongan.

Menyatukan, Mem-Bhinneka Tunggal Ika-kan, Mewujudkan Sumpah Pemuda II

Bukanlah hal yang mudah, bahkan bisa saja dikatakan hal yang mustahil terjadi. 63 tahun diperbudak oleh adanya perbedaan yang akan selesai dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika telah terlalu banyak memberi peluang kepada kaum Mayoritas untuk berbuat dalam Negeri ini. Akan sulit untuk menyatukan hal-hal yang mendasar yang dirasa mengganggu atau mengusik safety zone yang selama ini didapatkan kaum Mayoritas.

Tujuan yang baik harus diikuti dengan cara yang baik pula.

Sungguh suci tujuan ini, namun masih begitu banyak celah pepecahan dan perdebatan yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya karena begitu banyaknya kepentingan yang harus diakomodir dalam penyatuan kembali bangsa ini dengan sebuah agrrement of something yang direncanakan akan disusun bersama. Namun apa yang sudah dilakukan? Apa yang akan dilakukan? Bagaimana anda melakukan? Baikkah anda melakukannya? Apakah anda akan ditanggapi baik oleh people you wanted to deal with?

Kita harus menghindari terjadinya hal seperti pembagian zakat di Pasuruan. Tujuan yang baik yang tidak dikelola dengan baik, dilaksanakan oleh orang yang tidak berkompeten dalam hal tersebut, dan diikuti oleh orang-orang yang hanya mempunyai satu kepentingan tanpa menghiraukan kepentingan orang lain.

Sudah tepatkah tujuan kita?

Benarkah proses yang kita lakukan untuk mencapai tujuan tersebut?

Cukup kompentenkah kita?

Mampukah undangan kita menghargai kepentingan yang lainnya, khususnya kaum minoritas?

Bukankah hal ini dapat memperkeruh perpecahan dalam elemen bangsa?

Atau bahkan, Bukankah ada cara lain?

Banyak hal yang disampaikan dalam tulisan ini, yang mungkin saja mengusik hal-hal yang tidak menyenangkan bagi pembaca atau siapa pun yang mengetahui isi tulisan ini. Namun, ada satu hal yang tetap ingin diutamakan dan merupakan alasan penulisan opini yang seadanya ini,

DON’T STUCK!!

BE BETTER!!

Lorestoni Pardede


Label:

posted by Lores Pardede at 21.18

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home